1. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko telah diidentifikasi sebagai penyebab resisten obat pada tuberkulosis yang mana tiga hal terpenting adalah riwayat pengobatan sebelumnya dengan obat anti tubercular yang tidak sesuai, tidak komplit, atau tidak teratur, tingginya prevalensi resistensi obat pada komunitas serta riwayat kontak dengan pasien yang diketahui sebagai penderita resistensi obat anti tuberculosis. Pada pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya kemungkinan resistensi tuberkulosisi adalah 4-7 kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa riwayat pengobatan sebelumnya. Bagaimanapun, short course chemotherapy standar hanya menghasilkan resiko minimal untuk terjadinya MDR TB Faktor lain yang bisa meningkatkan kejadian resistensi terhadap obat anti tuberculosis adalah infeksi bersamaan dengan HIV, sosiso ekonomi sangat kekurangan/sangat miskin, penjara, pusat layanan kesehatan, penyalahgunaan obat secara intra vena dan keadaan immunocompromised lain seperti penerima transplantasi organ, terapi anti kanker dan pasien dengan diabetes mellitus. Secara radiology didapatkan far advanced pulmonary tuberculosis pada pasien dengan lesi kavitas empat kali lebih banyak seperti tempat berlabuhnya yang resisten terhadap obat.
2. Sumber dan Penyebab
Sumber terjadinya sangat banyak dan penyebabnya bisa terdiri dari banyak faktor. Pihak yang dapat saja bersalah diantaranya pemerintah, industri farmasi, dokter, pasien dan keluarganya, setiap mereka memberikan kontribusi dalam masalah. Pemerintah memainkan peranan tersebut dengan membangun infrastruktur yang tidak layak dalam program pengontrolan TB nasional, urusan administrasi yang tidak perlu dalam pengadaan dan pendistribusian obat serta tidak adanya mekanisme kontrol dan bioavailabilitas tes. Industri farmasi berperan dalam pembuatan obat yang tidak jelas bioavailabilitasnya dalam fixed dose atau kombinasi obat yang tidak sesuai, kondisi penyimpanan obat yang tidak layak, dan substitusi dengan kualitas yang rendah oleh farmasi.
2. Sumber dan Penyebab
Sumber terjadinya sangat banyak dan penyebabnya bisa terdiri dari banyak faktor. Pihak yang dapat saja bersalah diantaranya pemerintah, industri farmasi, dokter, pasien dan keluarganya, setiap mereka memberikan kontribusi dalam masalah. Pemerintah memainkan peranan tersebut dengan membangun infrastruktur yang tidak layak dalam program pengontrolan TB nasional, urusan administrasi yang tidak perlu dalam pengadaan dan pendistribusian obat serta tidak adanya mekanisme kontrol dan bioavailabilitas tes. Industri farmasi berperan dalam pembuatan obat yang tidak jelas bioavailabilitasnya dalam fixed dose atau kombinasi obat yang tidak sesuai, kondisi penyimpanan obat yang tidak layak, dan substitusi dengan kualitas yang rendah oleh farmasi.
Dokter dengan kurangnya pengetahuan dalam pemberian dosis, lama pengobatan, efek samping dan regimen standar, pemakaian merek obat yang berganti dan kurangnya memberikan motivasi kepada pasien menambah besar masalah resistensi ini. Dalam sebuah dari studi-studi di mana resep obat dari 449 dokter dianalisa, 75% dari para dokter ditemukan untuk memiliki dibuat beberapa kesalahan resep obat Tambahan lagi adalah kurangnya penyuluhan dan fasilitas training bagi mereka. Kurangnya partisipasi pasien karena kurangnya informasi, kurangnya keuangan pasien, efek samping obat, mitos sosial tentang obat sering menyebabkan pengobatan tidak adekuat. Pasien yang menderita penyakit komorbid seperti diabetes, infeksi HIV, kondisi psikiatrik, kebiasaan merokok dan minum alcohol membuat pasien lebih rentan.
Masalah TB yang utama meliputi kegagalan memberikan obat dengan baik, penemuan kasus yang lemah, vaksin yang tidak adekuat, meningkatnya resistensi terhadap obat, kegagalan pemberian terapi profilaksis dan migrasi penduduk, epidemi HIV serta infeksi nosokomial. Dalam hal perkembangan diagnosis di masa datang, diperlukan sarana yang mampu mendeteksi infeksi laten, meningkatkan kemampuan pemeriksaan sediaan langsung, memperbaiki diagnosis pasien dengan BTA (-) dan mendapatkan cara sederhana untuk uji kepekaan. Beberapa tehnik diagnosis baru meliputi nucleic acid probes, amplification tests, high performances liquid chromatography (HPLC), gas / liquid chromatography (GLC), dan automated system for radiometric and non radiometric detection dan penggunaan molecular fingerprinting.
Di pihak lain, obat baru juga amat diperlukan untuk memperpendek lama pengobatan, mampu mengobati resistensi ganda (MDR) serta dapat mengobati infeksi laten. Beberapa obat / bahan yang diharapkan punya efek anti mikobakterial yang baik antara lain adalah fluorokuinolon, oksazolidinon, nitroimidazol, tiolaktomisin, nitroimidazopiran dan isositrate liase inhibitor. Riset untuk menemukan obat baru memang terbentur pada aspek finansial dan perhitungan kemungkinan keuntungan yang tidak terlalu menjanjikan. Untuk menjamin proses penemuan penderita dan pengobatannya maka harus dilangsungkan program penanggulangan TB secara nasional dengan baik, dan juga di tingkat global
Sebagai ringkasan, resistensi tuberkulosis terhadap obat biasanya berasal dari tidak adekuatnya obat untuk terapi pada kasus tuberculosis yang melibatkan multibasil. Penambahan obat yang salah, kesukaran memperoleh obat karena kurangnya finansial atau asuransi sosial yang dimiliki pasien, Singkatnya pengguan second-line karena manajemen yang lemah atau financial yang kurang. Penggunaan obat ataupun kombinasi obat (FDC) dengan bioavailabilitas yang tidak sesuai, kurangnya motivasi pada saat mulai pengobatan serta tidak adekuatnya administrasi diri dalam penggunaan obat tanpa observasi langsung pada fase intensif terapi.
Sumber : http://kuliahitukeren.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar