Pasien Rawat - Inap Tidak Napsu Makan
Tidak mengherankan bahwa kebanyakan pasien dengan penyakit sedang atau berat tidak bisa makan dan minum cukup. Berbagai alasan, antara lain :
- Kebanyakan sudah berada dalam dehidrasi moderat yang menyebabkan lidah kering dan terasa pahit
- Cemas, depresi atau takut
- Malaise atau letih
- Terlalu lemah untuk mengunyah
- Tidak selera makan, mual atau berada dalam keadaan nyeri
- Kesadaran menurun
1. Rasa Haus dan Lapar Diatur oleh Hipotalamus
Napsu makan (appetite) adalah keinginan untuk makan, dirasakan sebagai rasa lapar. Napsu makan terdapat pada semua bentuk kehidupan dan berfungsi mengatur asupan energi yang adekuat untuk mempertahankan kebutuhan metabolisme. Ini diatur oleh interaksi antara saluran cerna, jaringan adiposa, dan otak. Napsu makan yang berkurang dinamakan anoreksia, sedangkan polifagia (atau “hiperfagia”) adalah makan berlebihan. Kekacauan regulasi pola makan bisa berkontribusi ke gangguan-gangguan anorexia nervosa, bulimia nervosa, cachexia, kelebihan makan dan “pesta makan besar”.
2. Regulasi
Pengaturan napsu makan telah menjadi subyek penelitian luas dalam dasa warsa terakhir. Terobosoan-terobosan yang ada meliputi temuan pada tahun 1994, tentang leptin, suatu hormon yang terlibat dalam umpan-balik negatif. Kajian-kajian berikutnya memperlihatkan bahwa regulasi napsu makan merupakan proses yang sangat kompleks dan melibatkan saluran cerna, banyak hormon, susunan saraf pusat dan susunan saraf otonom.
3. Efektor
Hipotalamus, suatu bagian otak merupakan pusat pengatur utama dari napsu makan. Neuron-neuron yang mengatur napsu makan tampaknya didominasi oleh neuron serotoninergik, walaupun neuropeptidea Y (NPY) dan Agouti-related peptide (AGRP) juga memainkan peran penting. Cabang-cabang Hypothalamocortical dan hypothalamolimbic projections berkontribusi terhadap kesadaran adanya rasa lapar. Proses-proses somatik yang dikendalikan oleh hipotalamus meliputi tonus vagus (aktivitas sistem saraf parasimpatis), stimulasi tiroid (tiroksin mengatur laju metabolisme), poros hipotalamus-hipofisis-adrenal serta sejumlah mekanisme lain.
4. Sensor
Hipotalamus merasakan rangsang-rangsang eksternal melalui sejumlah hormon, seperti leptin, ghrelin, PYY 3-36, orexin dan CCK (cholecystokinin); semua ini memodifikasi respon hipotalamus. Beberapa diproduksi di saluran cerna dan lainnya oleh jaringan adiposa (leptin). Mediator sistemik, seperti tumor necrosis factor-alpha (TNFα), interleukin 1 dan 6 serta corticotropin-releasing hormone (CRH) mempengaruhi napsu makan secara negatif; mekanisme ini menjelaskan mengapa orang sakit makan lebih sedikit. Sitokin-sitokin ini bekerja dengan menambah jumlah serotonin (5-hidroksitriptofan atau 5-HT) di hipotalamus. Kadar serotonin yang meninggi ini pada gilirannya akan merangsang sistem melanocortin dan menyebabkan anoreksia.
5. Bukti Baru untuk Peran BCAA (Branched Chain Amino Acid)
BCAA (leucine, isoleucine and valine) melintasi sawar darah-otak melalui saluran yang sama dengan triptofan (prekursor serotonin) dan asam-asam amino aromatis lain. Oleh karena itu, jika diberikan dosis tertentu dari BCAA, mereka akan menghambat secara kompetitif masuknya triptofan, dan dengan demikian mengurangi kadar serotonin. Telah ditunjukkan pada uji klinis bahwa BCAA bisa meningkatkan napsu makan.
Sebagai kesimpulan, ada rasionale penambahan komponen BCAA sebagai bagian dari terapi cairan maintenance di samping menyediakan elektrolit dan glukosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar