Saat ini seorang dokter dipandang sebagai ilmuwan. Pengetahuannya sangat diperlukan guna meningkatkan kesehatan dan untuk tujuan kesembuhan atau meringankan penderitaan. Kedudukan dan peranan dokter di tengah masyarakat tetap mendapatkan kehormatan, tetapi tidak disertai pemujaan.
Kepada seorang dokter, dituntut untuk tetap memelihara dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran telah sedemikian majunya, sehingga menambah kemampuan dokter untuk memberikan pelayanan dalam arti luas, tetapi diikuti permintaan etik yang makin tinggi sehingga tidak terjadi penyimpangan dari keluhuran tujuan profesi atau “erosi etik profesi”.
Standar penilaian dari keluhuran tujuan profesi dijabarkan dalam Lafal Sumpah Dokter (PP 26/1960), Kode Etik Kedokteran Indonesia (SK Men.Kes RI 434/Men.Kes/ SK/X/1993), dan Standar Profesi Medis (SPM) dengan tekanan memberikan tingkat pelayanan tertinggi.
Perubahan penilaian masyarakat terhadap dokter dengan tuntutan tingkat pelayanan tertinggi, menyebabkan sering terjadi tuntutan hukum terhadap dokter yang dianggap telah salah atau lalai dalam menjalankan profesinya sehingga dapat merugikan.
Perubahan penilaian masyarakat terhadap dokter dengan tuntutan tingkat pelayanan tertinggi, menyebabkan sering terjadi tuntutan hukum terhadap dokter yang dianggap telah salah atau lalai dalam menjalankan profesinya sehingga dapat merugikan.
Kalau dikaji lebih mendalam, ternyata bahwa tuntutan hukum masyarakat bersumber dari :
• Kekurangan memberikan informed consent.
• Lalai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan luhur profesi.
• Pelayanan yang diberikan di bawah standar profesi medis.
• Kekurangan memberikan informed consent.
• Lalai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan luhur profesi.
• Pelayanan yang diberikan di bawah standar profesi medis.
Sebagai batasan, dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Informed consent
Ikatan perjanjian yang menjadi titik awal transaksi terapeutik yang sesuai dengan standar profesi medis.
a. Informed consent
Ikatan perjanjian yang menjadi titik awal transaksi terapeutik yang sesuai dengan standar profesi medis.
b. Lalai dalam tugas profesi
- Tidak mengikuti standar profesi medis
- Mempergunakan teknik baru yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.
- Tidak memberikan pertolongan dalam keadaan darurat.
- Tidak melakukan konsultasi.
- Tidak mengikuti tindakan sampai akhir dalam proses pengobatan (misal: operasi).
- Menimbulkan kerugian bagi mereka yang menerima pelayanan medis.
- Tidak mengikuti standar profesi medis
- Mempergunakan teknik baru yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.
- Tidak memberikan pertolongan dalam keadaan darurat.
- Tidak melakukan konsultasi.
- Tidak mengikuti tindakan sampai akhir dalam proses pengobatan (misal: operasi).
- Menimbulkan kerugian bagi mereka yang menerima pelayanan medis.
c. Pelayanan di bawah standar profesi medik atau kesalahan profesi medis.
Pandangan tentang kesalahan profesi medis (malpraktek) dikemukakan sebagai berikut :
1. Landasan dasar praktek profesi dokter
• Kepercayaan dan penuh dengan kerahasiaan.
• Tindakan dan hasilnya sulit diukur karena perbedaan tingkat pengetahuan antara penolong dan yang meminta pertolongan.
• Individu dokter dituntut kemampuannya dalam ilmu dan teknologinya, untuk memberikan pelayanan dengan tingkat yang paling tinggi.
• Penderita mempunyai hak untuk melakukan pilihan pengobatannya dan berhak menolak intervensi medis.
• Hakekat moral profesi, ditentukan Lafal Sumpah Dokter, Kode Etik Kedokteran, dan pengalamannya.
2. Pandangan tentang “malpraktek” beberapa pakar
a. Asri Rasad:
Terdapat unsur pokok, seperti : kelalaian, kesalahan, dan terjadi kerugian penderita.
a. Asri Rasad:
Terdapat unsur pokok, seperti : kelalaian, kesalahan, dan terjadi kerugian penderita.
b. Hyat:
• Kegagalan mempergunakan kemampuan pengalaman sampai tingkat yang seharusnya tidak terjadi.
• Kegagalan dalam perawatan penderita sebagaimana lazimnya.
• Kegagalan dalam diagnosis sehingga merugikan.
• Kegagalan dalam melaksanakan tugas sesuai dcngan pengalaman dan keterampilan yang harus dimiliki.
• Kegagalan mempergunakan kemampuan pengalaman sampai tingkat yang seharusnya tidak terjadi.
• Kegagalan dalam perawatan penderita sebagaimana lazimnya.
• Kegagalan dalam diagnosis sehingga merugikan.
• Kegagalan dalam melaksanakan tugas sesuai dcngan pengalaman dan keterampilan yang harus dimiliki.
c. Black mengemukakan unsur sebagai berikut :
• Terdapat hubungan pengobatan dokter – penderita.
• Terdapat standar profesi medis yang terpakai.
• Terjadi hubungan kausal antara kejadian dan tindakan dokter.
• Terjadi kerugian pada penderita yang dapat mengajukan tuntutan hukum dan ganti rugi.
• Terdapat hubungan pengobatan dokter – penderita.
• Terdapat standar profesi medis yang terpakai.
• Terjadi hubungan kausal antara kejadian dan tindakan dokter.
• Terjadi kerugian pada penderita yang dapat mengajukan tuntutan hukum dan ganti rugi.
d. Manuaba merenungkan :
• Terdapat hubungan dokter – penderita berdasar informed consent.
• Penyimpangan dari standar profesi medis yang lazim, sesuai dengan pengalaman dan IPTEK kedokteran yang harus dikuasai.
• Kerugian terbukti dari tidak tepatnya penerapan standar profesi medis, sumpah dokter, dan kodeki.
• Terjadi tuntutan hukum akan kerugian tindakan medis yang diterapkan.
• Terdapat hubungan dokter – penderita berdasar informed consent.
• Penyimpangan dari standar profesi medis yang lazim, sesuai dengan pengalaman dan IPTEK kedokteran yang harus dikuasai.
• Kerugian terbukti dari tidak tepatnya penerapan standar profesi medis, sumpah dokter, dan kodeki.
• Terjadi tuntutan hukum akan kerugian tindakan medis yang diterapkan.
Dengan banyaknya tuntutan hukum yang terjadi, dokter harus meningkatkan dan mempertebal perisai dirinya sehingga sedapat mungkin terhindar dari tuntutan hukum. Harus diketahui bahwa masyarakat semakin meningkatkan pengetahuannya, termasuk pengetahuan hukum yang menjamin haknya untuk mendapat pelayanan kesehatan dengan standar tertinggi.
Akhirnya, dokter harus memikirkan asuransi diri sendiri dan asuransi malpraktek medis sehingga ganti rugi akan ditanggung oleh pihak asuransi. Jika hal tersebut terjadi, biaya pengobatan akan makin tinggi.
Makin tinggi dan lama dokter dalam pengalaman prakteknya, akan makin tinggi diperlukan kemampuan pengobatan dan juga premi asuransi malprakteknya.
Dari kejadian yang sampai ke pengadilan, sebagian disebabkan kurangnya memberikan informed consent dan penerangan tentang berbagai aspek penyakitnya harus jelas dan dimengerti, sehingga penandatanganan informed consent dilakukan dengan dasar yang sadar dan mengetahui akibat samping dan setelah tindakan operasi.
Sebagai contoh tuntunan :
a. Enukleasi mata menyebabkan mata bolong, mungkin penderita tidak terima matanya demikian sekalipun sangat penting karena dapat menjalar ke mata kontralateral dan menjadi buta.
a. Enukleasi mata menyebabkan mata bolong, mungkin penderita tidak terima matanya demikian sekalipun sangat penting karena dapat menjalar ke mata kontralateral dan menjadi buta.
b. Pada operasi mioma uteri timbul pertanyaan:
• Mengapa saya tidak menstruasi lagi?
• Apakah saya sudah disteril’?
• Bagaimana kemampuan seks dan melayani suami?
• Mengapa saya tidak menstruasi lagi?
• Apakah saya sudah disteril’?
• Bagaimana kemampuan seks dan melayani suami?
Kejadian dan pertanyaan karena kurangnya memberikan informasi sampai dengan kejadian yang dialami setelah operasi. Dengan makin banyaknya alat diagnostik canggih yang penggunaannya memerlukan biaya, perlu dilakukan penjelasan tentang biaya yang diperlukan, bila mempergunakan alat bantu itu. Terkadang penderita sulit menerima, bila dipungut biaya Iebih. Perlu dipikirkan bahwa pada gilirannya mungkin dokter akan menjadi sasaran pengacara dalam profesinya.
Pustaka
Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi, dan KB, Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, Sp. OG, EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar