Kamis, 19 Mei 2011

Kenapa Orang Harus Berpura - Pura Sakit?



Tidak ada satupun orang di dunia ini yang ingin memiliki penyakit parah seperti kanker. Tapi beberapa orang tertentu justru ada yang berpura-pura sakit parah. Di beberapa kasus di dalam maupun luar negeri, orang menggunakan alasan sakit untuk menghindari kasus hukum di pengadilan atau karena alasan ingin mendapat simpati dan materi.


Apa latar belakang seseorang berpura-pura sakit keras?

Seperti dilansir livescience, Sabtu (15/5/2010) pada tahun 2008, seorang perempuan bernama Dina Leone dari Baltimore memberikan berita yang mengejutkan bagi keluarga dan teman-temannya. Ia mengaku telah didiagnosa kanker perut.

Ibu berusia 37 tahun ini menulis catatan dan kemajuannya dalam sebuah blog dan juga Facebook. Sehingga ia mendapatkan bantuan dukungan dan uang untuk membantunya membayar perawatan serta memenuhi keinginannya yang sekarat.

Tapi semuanya sangat tragis dan hanya tipuan. Polisi melakukan penyelidikan dan diketahui bahwa rumah sakit yang dikunjungi Leone tidak memiliki catatan medis mengenai dirinya.

Leone akhirnya mengaku bahwa ia hanya berpura-pura sakit selama 3 tahun, sehingga ia didakwa atas tuduhan pencurian dan konspirasi.

Kenapa orang harus berbohong dan berpura-pura sakit?

Biasanya motivasi utama seseorang mengaku berpura-pura sakit adalah untuk memperoleh simpati, sehingga ia menjadi pusat perhatian, segala keinginannya dapat terwujud dan ia mendapatkan perhatian dari teman-teman lama atau keluarganya. Namun terkadang kepalsuan tersebut didasarkan atas keinginan untuk mendapatkan uang banyak.

Salah satu contoh kasusnya adalah seorang perempuan dari Boston yaitu Kristen Cloughety yang mengaku menderita kanker pada teman dan keluarganya. Masyarakat yang simpati menggelar penggalangan dana atas namanya dan mendapatkan uang sekitar US$ 50.000. Tapi ternyata dilaporkan bahwa ia menggunakan uang tersebut untuk membeli mobil baru dan implan payudara.

Namun beberapa orang ada yang benar-benar memiliki penyakit atau gangguan, dalam hal ini bukan penyakit kanker tapi penyakit mental yang dikenal dengan gangguan buatan (factitious disorder).

Orang dengan kelainan ini berpura-pura memiliki penyakit (biasanya pada terminal satu) dan sering berusaha keras untuk mempertahankan lelucon tersebut. Seseorang merasa bahwa dirinya memiliki suatu penyakit, tapi di beberapa kasus yang paling tragis justru melibatkan anak-anaknya.

Salah satu jenis gangguan buatan adalah sindrom Munchausen, yaitu melibatkan orang seperti anak atau lainnya yang menderita suatu penyakit sehingga membuatnya harus merawat orang yang sakit tersebut.

Contoh pada tahun 2003, ada orangtua dari gadis usia 7 tahun yang bernama Hannah Milbrandt mengatakan pada teman dan keluarga bahwa putrinya terkena penyakit kanker. Sang ibu, Teresa Milbrandt melakukan segala hal untuk membuat anaknya terlihat sakit. Ia mencukur rambut kepala gadis itu untuk meniru efek samping dari kemoterapi, memakaikan putrinya topeng pelindung karena dianggap sistem kekebalannya sudah terganggu dan membius putrinya dengan obat tidur untuk membuatnya merasa pusing.

Bahkan yang lebih buruk adalah ia mengatakan tidak akan melihat masa remaja sang putri dan yakin anaknya benar-benar akan mati. Hingga akhirnya ia diberikan bantuan donasi sekitar US$ 10.000 untuk keluarganya pada bulan April dan Desember. Tapi ternyata diketahui bahwa gadis tersebut tidaklah sakit.

Meskipun sindrom Munchausen adalah suatu kelainan langka, tapi hal ini hampir tidak unik. Dua tahun sebelumnya seorang perempuan asal Indiana mengumpulkan lebih dari US$ 6.000 dengan mengatakan bahwa putrinya sedang sekarat karena terkena leukemia.

Gangguan buatan ini kemungkinan lebih sering terjadi daripada yang disadari orang. Beberapa kasus ditemukan sebagai lelucon dan akhirnya hanya tipuan belaka. Namun ada juga kasus orang cenderung tiba-tiba mulai membaik karena khawatir aksinya menimbulkan kecurigaan.

Gangguan pura-pura sakit ini bisa menimbukan implikasi bagi orang yang benar-benar memiliki kanker atau penyakit lainya, karena hal ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan orang terhadap korban yang benar-benar nyata atau sakit.



Sumber : http://health.detik.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar